Pages

Subscribe:

Labels

Sabtu, 21 Januari 2012

raperda


               GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN  
                         =======================================================
PERATURAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
NOMOR   ......    TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN KESEHATAN DI KALIMANTAN SELATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
Menimbang     :           

a.       bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat Kalimantan Selatan sehat, mandiri dan berkeadilan, perlu didukung dengan pembangunan di bidang kesehatan yang menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagaimana yang di amanatkan dalam UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b.      bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan melalui penyelenggaraan upaya kesehatan yang adil dan merata melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dengan prinsip tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat;
c.       bahwa urusan kesehatan yang berskala Provinsi merupakan urusan wajib yang menjadi tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah Provinsi;
d.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kesehatan di Kalimantan Selatan;

Mengingat     :
1.     Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
3.     Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
4.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.     Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6.     Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4458);
7.     Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
8.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
9.     Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
10. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perarturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
12. Perarturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelanggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);  
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 / Menkes / PER / VII /2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.
16.  Perarturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
17. Perarturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenagan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5);
18. Perarturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
19. Perarturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2009 Nomor 4);.



Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
dan
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :                        PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.             Daerah  adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2.             Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.             Gubernur adalah Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan.
4.             Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
5.             Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
6.             Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
7.             Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang/sektor tertentu lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
8.             Dinas adalah Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.
9.             Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.
10.         Tenaga kesehatan adalah setiap  orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
11.         Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau masyarakat.
12.         Sarana pelayanan kesehatan adalah institusi kesehatan baik pemerintah maupun swasta yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik kesehatan dasar, penunjang maupun rujukan.
13.          Bayi adalah anak berumur 0-12 bulan.
14.          Balita adalah  anak yang berusia 0 – 59 bulan.
15.         Anak adalah anak yang berusia berusia 60 bulan – 12 Tahun.
16.         Buku KIA merupakan buku yang berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita) serta berbagai informasi cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak.
17.         Obstetri neonatal emergency dasar adalah penaganan kelahiran bayi berumur 0 s.d. 28 hari yang mempunyai komplikasi dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan kematian.
18.         Air Susu Ibu Eksklusif atau ASI Eksklusif adalah pemberian hanya air susu ibu saja tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.
19.         Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI  diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI.
20.         Ruang Laktasi adalah ruangan yang digunakan untuk kegiatan menyusui, memerah ASI yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana, minimal meliputi meja, kursi dan tempat cuci tangan.
21.         Tempat-Tempat Umum adalah tempat-tempat yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk beraktivitas, meliputi tempat ibadah, sekolah, pasar tradisional maupun swalayan, mall, terminal, bandara, pelabuhan, hotel, tempat wisata, rumah makan, warung makan dan lain sebagainya.
22.         Penyakit Menular adalah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteri atau penyakit) bukan di sebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia seperti keracunan.
23.         Penyakit Menular Potensial Wabah adalah penyakit menular yang memiliki potensi dan kecenderungan untuk meningkat secara kualitas maupun kuantitas.
24.         Penyakit Tidak Menular adalah penyakit yang diderita oleh pasien yang pada umumnya disebabkan bawaan/keturunan, kecacatan akibat proses kelahiran, dampak dari berbagai penggunaan obat atau konsumsi makanan serta minuman termasuk merokok, kondisi stress yang mengakibatkan gangguan kejiwaan.
25.         Demam Berdarah Dengue yang selanjutnya disingkat DBD adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
26.         Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sejenis parasit genus plasmodium, dengan gejala utama demam yang berulang-ulang.
27.         TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.
28.         HIV AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome adalah kumpulan dari beberapa gejala penyakit akibat  menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (Human Immuno Deficiency Virus).
29.         Kejadian Luar Biasa atau KLB adalah kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Disamping penyakit menular, penyakit yang dapat menimbulkan KLB adalah penyakit tidak menular dan keracunan.
30.         Pemberantasan Sarang Nyamuk atau PSN adalah kegiatan untuk memberantas tempat perkembangbiakan nyamuk penyebab penyakit.
31.         Jentik Nyamuk adalah stadium perkembangbiakan nyamuk mulai dari telur menetas sampai menjadi pupa.
32.         Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat adalah upaya untuk memfasilitasi masyarakat dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya kesehatan yang dimiliki dikenal dengan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) melalui kerjasama dan jejaring sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian dalam bidang kesehatan.
33.         Desa Siaga Aktif adalah desa yang penduduknya dapat mengembangkan UKBM dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga masyarakat menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Desa Siaga Aktif adalah juga desa dimana penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.
34.         Posyandu Merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan masyarakat memperolah layanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan kematian ibu dan bayi.
35.         Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tobacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
36.         Kawasan Tanpa Rokok adalah area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok.
37.         Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha.
38.         Tempat Proses Belajar-Mengajar adalah tempat yang dimanfaatkan untuk kegiatan belajar dan mengajar dan atau pendidikan dan atau pelatihan.
39.         Arena Kegiatan anak-anak adalah tempat atau arena yang diperuntukkan untuk kegiatan anak-anak.
40.         Tempat Ibadah adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan keagamaan.
41.         Angkutan Umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air maupun udara.
42.         Dewan Pertimbangan Kesehatan Daerah adalah suatu organisasi yang bergerak dalam membantu pemerintah ,memberi masukan/saran membangun kesehatan pada daerah.
43.         Orang adalah orang perorangan.



BAB II
PRINSIP DASAR DAN TUJUAN

Bagian Pertama
Prinsip Dasar

Pasal 2

Prinsip dasar Penyelenggaraan Kesehatan dan Kawasan Tanpa Rokok meliputi:
a.     Perikemanusiaan
b.    Keseimbangan
c.     Manfaat
d.    Perlindungan dan keselamatan pasien
e.     Penghormatan terhadap hak dan kewajiban
f.  Keadilan
g.    Gender dan non diskriminatif
h.    Kesehatan dan pencegahan pencemaran lingkungan
i.   Norma-norma agama.


Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Tujuan penyelenggaraan kesehatan adalah mewujudkan keadaan sehat dalam masyarakat, memberikan rasa aman terhadap segala ancaman kesehatan yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial ekonomis, melalui upaya kesehatan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan, didasarkan paradigma sehat dengan  menjadikan kesehatan sebagai tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat.






BAB III

RUANG LINGKUP

Pasal  4

Ruang lingkup penyelenggaraan kesehatan di daerah meliputi :
a.    kesehatan ibu dan bayi;
b.    imunisasi;
c.     buku kesehatan;
d.    fasilitas kesehatan;
e.     kesehatan makanan;
f.     obat dan perbekalan kesehatan;
g.    kesehatan lingkungan;
h.    kawasan tanpa rokok;
i.      penyakit menular dan tidak menular;
j.      promosi, pemberdayaan masyarakat dan jaminan kesehatan;
k.    dewan pertimbangan kesehatan daerah;
l.      pembinaan dan pengawasan;
m.  sanksi administratif; dan
n.    sanksi pidana.



BAB 1V
KESEHATAN IBU DAN BAYI

Pasal 5

Untuk kesehatan dan keselamatan ibu hamil dan bayinya, setiap persalinan / melahirkan wajib
ditolong / dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan di fasilitas/
sarana kesehatan dan / atau di tempat yang ,memenuhi syarat pelayanan persalinan.
(1)   Tenaga kebidanan ditugaskan pada satu wilayah minimal merupakan tenaga selama 4 (empat) bulan untuk mendapatkan mutasi.
(2)   Tenaga kebidanan yang belum memenuhi kompetensi standar, profesi Ikatan Bidan Indonesia, selambat-lambatnya 2 (dua tahun) dan tenaga sudah memenuhi standar kompetensi.
Setiap kejadian kehamilan ibu, bayi, balita, dan gizi buruk dilakukan audit dan dilaporkan untuk penanganan, pelaporan, penanggulangannya.


Pasal  6

(1) ASI Eksklusif wajib diberikan oleh ibu kepada bayi sejak bayi  lahir sampai usia  6 (enam) bulan,    terkecuali apabila ada indikasi medis yang tidak memungkinkan.
(2) Pemberian ASI harus dilanjutkan sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan pendamping ASI.
(3) Tempat-tempat umum dan perkantoran/instansi, baik milik pemerintah maupun swasta wajib menyediakan ruang laktasi guna mendukung keberhasilan pemberian ASI. Untuk kemudahan harus diberikan petunjuk/arah yang jelas lokasi ruang laktasi.
(4) Pimpinan/kepala instansi pemerintah maupun swasta wajib memberikan kesempatan dan
  dukungan kepada ibu menyusui di lingkungan kerjanya untuk memberikan ASI kepada bayinya.
(5) Sarana pelayanan kesehatan dilarang mempromosikan susu formula atau kegiatan sejenis di
  sarananya.
(6) Sarana pelayanan kesehatan diharuskan  menyediakan layanan konseling ASI bagi para ibu yang
  memerlukan.






BAB V

IMUNISASI

Pasal 7

(1)      Setiap Sarana Kesehatan yang memberikan layanan imunisasi wajib untuk memberikan informasi, penjelasan tentang Imunisasi serta melengkapi sarana agar memenuhi persyaratan/kelayakan sesuai standar.
(2)      Tenaga Kesehatan yang memberikan imunisasi sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) adalah tenaga yang memiliki kompetensi.
(3)      Setiap pelaksanaan imunisasi wajib melakukan pencatatan dan pelaporan.
(4)      Setiap orang tua wajib membawa anaknya secara rutin untuk mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap di sarana kesehatan atau posyandu atau dokter/bidan praktek.



BAB VI

BUKU KESEHATAN IBU ANAK

Pasal 8

(3)   Setiap orangtua diharuskan mempunyai Buku KIA untuk setiap bayi/balita/anaknya.
(4)   Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan buku KIA atau tempatnya diatur lebih lanjut oleh Dinas Kesehatan .
(5)   Buku KIA dapat merupakan syarat untuk memperoleh akta kelahiran dan jaminan pelayanan   kesehatan.



BAB VII

FASILITAS KESEHATAN

Pasal  9

(1)      Posyandu merupakan wadah peran serta masyarakat dan tempat memperoleh layanan kesehatan dasar, kegiatan minimal buka setiap bulan dengan lima pelayanan yaitu kesehatan ibu anak dan keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan pencegahan dan penanggulangan diare.
(2)      Posyandu ada minimal di setiap desa/kelurahan atau mencakup 100 bayi/balita yang ada di wilayahnya.
(3)      Program dan frekuensi kegiatan Posyandu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikembangkan sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
(4)      Tanggung jawab pendirian/pembukaan dan operasionalisasi ada pada kepala desa/lurah/camat dengan tanggung jawab tehnis kesehatan ada pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta tanggung jawab pembinaan dan pemberdayaan ibu, anak, keluarga ada pada Tim Penggerak PKK Kabupaten / Kota  untuk menjaga kesinambungan Posyandu dialokasikan anggaran pembinaan dan operasional baik melalui jalur pemerintahan desa maupun kesehatan.
(5)      Setiap ibu balita wajib membawa balitanya ke posyandu atau sarana pelayanan kesehatan tiap bulan sampai balitanya berumur 59 bulan untuk memantau tumbuh kembang balitanya.
(6)      Keluarga yang mempunyai ibu hamil, bayi dan balita wajib membawa anaknya ke posyandu secara rutin.
(7)      Sarana pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) harus dapat memberikan pelayanan Penanganan obstetri neonatal emergency dasar.
(8)      Semua Rumah Sakit yang mempunyai 4 (empat) tenaga dokter spesialis dasar wajib melaksanakan program penanganan obstetri neonatal emergency komprehensif.
(9)      Kelas usia hamil dan kelas usia, balita ; sesudah peran serta masyarakat pelayanan kesehatan ibu hamil selama kehamilan dan paskah kehamilan, serta  ibu, balita wajib mempertahankan yang dibina oleh bidan di desa dengan tenaga tekhnis.

Pasal 10

(1)      Setiap pengelola tempat-tempat umum wajib menyediakan sarana dan prasarana cuci tangan pakai sabun.
(2)      Jumlah sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan rasio / kecukupan terhadap orang yang dilayani.
(3)      Setiap tempat-tempat umum diwajibkan mempunyai fasilitas kebersihan Kamar Mandi (KMD) / WC (Water Closet) /  Toilet yang sesuai dengan standar dan kecukupan jumlah terhadap orang yang dilayani.
(4)      Fasilitas kesehatan wajib menjaga kebersihan lingkungan, mengolah limbah medis sesuai ketentuan dan menyediakan fasilitas sanitasi dasar seperti Kamar Mandi dan WC / Toilet, tempat cuci tangan pakai sabun dengan jumlah yang cukup terhadap pengunjung orang sakit yang dilayani.

Pasal 11

(1)      Setiap instansi pemerintah, swasta dan / atau institusi pendidikan wajib melaksanakan kegiatan olah raga bersama paling kurang 1 (satu) kali seminggu.
(2)      Dalam pelaksanaan kegiatan olah raga bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan masyarakat.




BAB VIII
KESEHATAN MAKANAN

Pasal 12

(1)      Setiap pihak yang menyelenggarakan pengolahan/pelayanan/penjualan makanan dan minuman seperti restoran/kantin/warung/katering/pedagang keliling wajib memenuhi syarat-syarat kesehatan yang telah ditetapkan sesuai ketentuan berlaku.
(2)      Makanan dan minuman yang diolah/disajikan/dijual dilarang memberikan bahan tambahan pangan yang membahayakan kesehatan.
(3)      Mengedarkan/menjual bahan tambahan pangan hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Dinas Kesehatan.
(4)      Makanan dan minuman hanya  dapat diberikan bahan tambahan pangan seperti pengawet, pewarna, pemutih dan pemanis buatan sesuai syarat-syarat yang ditentukan.
(5)      Didalam sekolah, pimpinan sekolah wajib menyediakan kantin sehat yang mendapat pembinaan dan pemantauan secara berkala dari Dinas kesehatan, kabupaten/kota yang dijual atau diedarkan oleh pedagang.
(6)      Makanan dan minuman keliling harus memenuhi syarat kesehatan pangan.
(7)      Pemerintah wajib melakukan pembinaan terhadap pedagang keliling makanan dan minuman




BAB IX

OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Pasal 13

(1)      Ketersediaan pemerataan serta keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan melalui pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan masing-masing kabupaten / kota dan provinsi.
(2)      Dinas Kesehatan wajib mendukung ketersediaan obat dan perbekalan di kabupaten    penyediaan seperti penyediaan buffer stock provinsi.
(3)      Khasiat, keamanan serta manfaat obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan dengan pengujian laboratorium baik melalui Badan POM maupun Dinas Kesehatan yang disesuaikan dengan standar dan persyaratan yang berlaku.
(4)      Dinas Kesehatan melakukan pengawasan prosedur dan pengguna alkes di fasilitas kesehatan
(5)      Fasilitas pelayanan kesehatan wajib menggunakan obat generik dan penggunaan obat rasional sesuai ketentuan yang berlaku.
(6)      Dinas Kesehatan melakukan pembinaan penggunaan obat efesiensi dan penggunaan obat rasional di fasilitas kesehatan.
(7)      Dinas Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan pencegahan penyalahgunaan NAPZA terutama di fasilitas pelayanan kesehatan.
(8)      Pengembangan obat tradisional diarahkan mendukung penyelenggaraan pengobatan tradisional untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.




BAB X

KESEHATAN LINGKUNGAN

Pasal 14

(1)      Masyarakat  berkewajiban dan ikut  bertanggungjawab atas terwujudnya kebersihan, kesehatan, keindahan, kenyamanan dan ketertiban lingkungan berkenaan pemukiman perkotaan termasuk bangunan dan pekarangan yang dimiliki atau yang ditempati, pasar dan tempat-tempat umum lainnya, lingkungan sungai, tanah dan udara disekitarnya.
(2)      Setiap orang atau badan hukum yang menyelenggarakan suatu kegiatan keramaian bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan tempat diselenggarakan keramaian dan menjamin kecukupan fasilitas untuk buang air besar dan kecil.
(3)      Setiap orang dilarang buang air besar sembarangan, membuang sampah dan limbah rumah tangga dikolong rumah, sungai dan lingkungan sekitarnya.
(4)      Setiap orang atau badan hukum dilarang membuang limbah bahan beracun berbahaya atau B3 ke sungai, udara, tanah dan lingkungan pemukiman.
(5)      Setiap penghuni bangunan diharuskan mengelola pembuangan air limbah dan sampah dari rumah tinggalnya sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu atau menimbulkan pencemaran lingkungan.




BAB XI
KAWASAN TANPA ROKOK

Pasal 15

Gubernur, Bupati / Walikota dan pimpinan institusi, sesuai dengan kewenangannya menetapkan tempat-tempat tertentu sebagai kawasan tanpa rokok.

Tempat-tempat tertentu sebagai kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.         Fasilitas pelayanan kesehatan;
b.         Tempat kerja dan sarana perkantoran;
c.         Tempat proses belajar mengajar / sekolah / pondok pesantren;
d.        Arena kegiatan anak / tempat anak bermain;
e.         Tempat ibadah;
f.          Angkutan umum; dan
g.         Tempat-tempat umum seperti restaurant / rumah makan, mall / pasar / komplek pertokoan, bandara / pelabuhan.

Pasal 16

Setiap orang yang berada dalam Kawasan Tanpa Rokok dilarang melakukan kegiatan :
a.         Memproduksi atau membuat rokok;
b.         Menjual rokok;
c.         Menyelenggarakan iklan rokok;
d.        Mempromosikan rokok; dan
e.         merokok


Pasal 17


(1) Setiap pengelola tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) diwajibkan membuat dan memasang tanda / petunjuk / peringatan larangan merokok dan tanda / petunjuk ruangan boleh merokok.
(2) Setiap pengelola tempat-tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf g wajib menyediakan tempat khusus untuk merokok.
(3) Tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disediakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.     Terpisah dari ruangan atau area yang dinyatakan sebagai tempat dilarang merokok;
b.    Dilengkapi dengan alat penghisap udara; dan
c.     Memiliki sistem sirkulasi udara udara yang memadai.

 BAB XII

PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

Pasal 18

(1) Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seperti Demam Berdarah Dengue dan Malaria, TB Paru dan penyakit menular potensial wabah lainnya merupakan tanggung jawab Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten / Kota dan Masyarakat.
(2) Setiap orang / badan hukum pengelola, pemilik atau penghuni bangunan atau tempat-tempat berikut halaman pekarangan berkewajiban melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan pola 3M atau Menutup, Menguras, dan Mengubur tempat / kontainer yang dapat menyebabkan berkembang biaknya vektor penyebab penyakit.
(3) Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan masyarakat secara bersama melakukan pengawasan dan  masyarakat secara bersama melakukan pengawasan dan pemeriksaan jentik secara berkala.

Pasal 19

(1) Setiap orang yang mengidap penyakit menular potensial wabah atau telah mengetahui penyakit yang dideritanya menular potensial wabah dilarang menyembunyikan status penyakit yang di deritanya maupun menyebarluaskan/menularkan penyakit yang di deritanya secara sengaja.
(2) Setiap orang yang berada di wilayah tertular penyakit menular potensial wabah wajib mendukung dan berpartisipasi serta dilarang menghalangi upaya penanggulangan penyakit yang dilakukan.
(3) Setiap penghuni rumah tangga yang lingkungan rumahnya ditetapkan sebagai wilayah Kejadian Luar Biasa atau KLB dan atau wabah, diharuskan melakukan pemeriksaan kesehatan pada sarana kesehatan terdekat atau atas petunjuk petugas kesehatan yang berwenang.
(4) Suatu wilayah dinyatakan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa ditetapkan oleh Kepala Dinas.


Pasal 20

(1) Pemerintah berkewajiban melindungi Hak Asasi bagi penderita HIV  dan AIDS agar tetap dapat melaksanakan aktivitas kehidupan secara normal.
(2) Fasilitas Kesehatan tetap wajib memberikan pelayanan kepada penderita HIV dan AIDS sesuai standar dan kemampuan yang dimiliki dengan lebih dahulu menerapkan kewaspadaan universal.
(3) Setiap orang yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS berkewajiban berobat, melindungi diri dan pasangannya.
(4) Setiap orang yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS dilarang menularkan secara sengaja kepada orang lain, menjadi donor darah, produk darah, cairan mani, air susu ibu, organ dan jaringan tubuhnya kepada orang lain.
(5) Tokoh masyarakat dan tokoh agama berkewajiban turut serta dalam menyebarluaskan informasi tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV AIDS.

Pasal  21

Dalam upaya pencegahan terhadap penyakit meningitis meningicoccus, setiap jemaah haji dan umrah wajib dilakukan vaksinasi meningitis dengan cara pemberian vaksin sesuai ketentuan yang berlaku.



BAB XII
PROMOSI, PEMBERDAYAAN MASYARAKAT  DAN JAMINAN KESEHATAN

Pasal 22

(1) Masyarakat dengan dukungan pemerintah daerah berkewajiban menyelenggarakan dan meningkatkan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat atau UKBM seperti Posyandu, Poskesdes, Poskestren, Saka Bhakti Husada, Warung Obat Desa dan Desa/Kelurahan Siaga dan UKBM lainnya untuk pemberdayaan masyarakat dan guna memperoleh layanan kesehatan dasar.
(2) Penyelenggaraan desa siaga diwajibkan untuk didukung oleh kepala desa guna mencapai desa/ kelurahan sehat.
(3) Setiap orang atau badan hukum/media dilarang mempromosikan/menyiarkan sesuatu hal tentang kesehatan yang belum teruji secara ilmiah khasiatnya, tidak punya ijin edar/registrasi resmi, dan tidak dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan keamanannya.
(4) Setiap tenaga kesehatan adalah promotor/penyuluh kesehatan dimanapun bertugas dan apapun posisinya sesuai bidang ilmu dan kemampuan/pengetahuan yang dimiliki.


Pasal 23

(1) Setiap orang wajib memiliki dan mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan.
(2) Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak/kurang mampu.
(3) Bagi masyarakat yang mampu wajib membayar premi dan membayarkan premi jaminan pemeliharaan kesehatan orang yang berada dibawah tanggung jawabnya yang dapat diintegrasikan dengan rekening/tagihan pembayaran yang bersangkutan, seperti listrik, air minum, telepon dan kendaraan bermotor.
(4) Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat dilaksanakan  melalui badan pengelola yang ditunjuk/dibentuk untuk itu.
(5) Jaminan kesehatan oleh  atau disubsidi pemerintah tidak dapat diberikan terhadap penyakit yang disebabkan atas perilaku hidup buruk, gaya hidup tidak sehat yang dilakukan oleh peserta jaminan kesehatan seperti merokok, pecandu narkoba, membuang sampah/buang air besar  ke sungai  atau sembarangan, perilaku seks bebas.



Pasal 24

(1) Pemerintah Provinsi bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Provinsi atau disingkat Jamkesprov bagi penduduk Provinsi Kalimantan Selatan.
(2) Setiap penduduk yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Daerah di Kabupaten/kota atau disingkat Jamkesda adalah juga peserta Jamkesprov Kalsel.
(3) Jamkesprov menjamin pelayanan kesehatan berdasarkan rujukan Jamkesda ke fasilitas kesehatan tingkat provinsi dan nasional sesuai dengan ketentuan/pedoman yang ditetapkan. Pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan ditanggung secara gotong royong/pola sharing antara provinsi dan kabupaten/kota mengikuti kesepakatan bersama.
(4) Dalam penyelenggaraan Jamkesprov sementara waktu dikelola Dinas Kesehatan Provinsi, yang untuk selanjutnya dibentuk badan atau unit pelaksana teknis dengan pola keuangan badan layanan umum  atau bekerja sama dengan pihak ketiga.



BAB XIV

DEWAN PERTIMBANGAN KESEHATAN DAERAH

Pasal 25

(1) Masyarakat wajib berperan serta, baik secara perorangan maupun terorganisasi dalam wadah Dewan Pertimbangan Kesehatan Provinsi ditingkat Provinsi, Dewan Pertimbangan Kesehatan Kabupaten/Kota ditingkat Kabupaten/Kota dan Dewan Pertimbangan Kesehatan Kecamatan di tingkat Kecamatan.
(2) Sususunan keanggotaan Dewan Pertimbangan Kesehatan Provinsi terdiri dari unsur-unsur tokoh masyarakat yang peduli kesehatan masyarakat, tokoh agama, budayawan, akademisi, profesi, lembaga swadaya masyarakat, yang dibentuk melalui Surat Keputusan Gubernur.
(3) Susunan keanggotaan Dewan Pertimbangan Kesehatan Kabupaten/Kota terdiri dari unsur-unsur tokoh masyarakat yang peduli kesehatan masyarakat, tokoh agama, budayawan, akademisi, profesi, lembaga swadaya masyarakat  yang ada di wilayah Kabupaten/Kota tersebut yang dibentuk melalui surat keputusan Bupati/Walikota.
(4) Susunan keanggotaan Dewan Pertimbangan Kesehatan Kecamatan adalah berhimpunnya tokoh masyarakat yang peduli kesehatan masyarakat, tokoh agama, budayawan, akademisi, profesi, lembaga swadaya masyarakat yang ada di kecamatan dimaksud yang ditetapkan keputusan Camat.
(5) Dewan Pertimbangan Kesehatan bertugas memberi masukan, saran, kajian, pertimbangan dalam bidang kesehatan dan pelayanan kesehatan.



BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian pertama
Pembinaan

Pasal  26

Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di daerah yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan di daerah yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan perarturan perundang-undangan.


Pasal 27


Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diarahkan untuk:
a.     Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat;
b.    Melindungi hak asasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan perbekalan kesehatan yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau;
c.     Melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan;
d.    Memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya kesehatan;
e.     Meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan.


Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 28

Pemerintah Daerah dan Pemerintah kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangannya, bekerja sama dengan organisasin profesi dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesehatan di daerah yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan perarturan perundang-undangan.


BAB XVI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 29

(1)      Setiap pengelola atau pelaku kegiatan usaha tempat-tempat yang ditetapkan sebagai kawasan    tanpa     rokok yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dapat dikenakan sanksi administratif.
(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a.    Peringatan lisan;
b.    Peringatan tertulis; dan
c.    Denda administratif.
(3)   Dalam hal pengelola atau pelaku kegiatan usaha tempat-tempat yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok yang telah mendapat peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-urut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dikenakan denda administratif paling banyak Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
(4)  Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetorkan ke Kas Daerah.
(5)  Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap pengelola atau pelaku kegiatan usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perarturan perundang-undangan lainnya.


BAB XVII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 30


(1)   Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, diberi wewenang sebagai Penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Perarturan Daerah ini.
(2)   Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana atas pelanggaran Perarturan Daerah ini.
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan benda dan / atau surat;
f.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang tersangka;
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mengadakan penghentian penyidikan; dan
j.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3)   Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.


BAB XVIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 31

(1)   Setiap orang yang merokok di kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan dan atau denda paling banyak Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah).
(2)   Setiap orang yang melanggar Ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (2) diancam dengan Pidana Kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak 50.000.0000,- (lima puluh juta rupiah).


BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang belum diatur dalam Perarturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan Perarturan Gubernur dan / atau Keputusan Gubernur.

Pasal 33

Perarturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan .

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Perarturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.



                                  Ditetapkandi   :   Banjarmasin
                                  Pada tanggal   :                         2011

                              GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
               
                Ttd.


                            H. RUDY ARIFFIN


Diundangkan di Kalimantan Selatan
Pada tanggal                             2011                                                                                     

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
        KALIMANTAN SELATAN,



H. MUCHLIS GAFURI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
TAHUN 2011 NOMOR















PENJELASAN

ATAS

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

NOMOR    TAHUN 2011

TENTANG

PENYELENGGARAAN KESEHATAN DI KALIMANTAN SELATAN


1.             UMUM

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu untuk kesejahteraan yang harus diwujudkan melalui penyelanggaraan upaya kesehata yang adil dan merata melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dengan prinsip tanggung jawab bersama antara pemerintahan, pemerintahan daerah dan masyarakat sesuai dengan cita-cita luhur dan tujuan nasional bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berpangkal tolak dari hal tersebut dan sebagai tindak lanjut pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Perarturan Pemerintahan Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota, Perarturan Menteri Kesehatan Nomor 741 / Menkes / PER / VII / 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten / Kota dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana Strategi Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014, maka pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan prinsip-prinsip demokratis, keterbukaan, partisipatif, pemerataan dan keadilan serta dengan mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah perlu direspon secara arif dan bijaksana oleh Pemerintahan Daerah khususnya terhadap penyelenggaraan kesehatan di Kalimantan Selatan.

Upaya penyelenggaraan kesehatan di Kalimantan Selatan meliputi kesehatan ibu dan anak, imunisasi, buku kesehatan ibu anak, fasilitas kesehatan, kesehatan makanan, bat dan perbeklan kesehatan, kesehatan lingkungan, kawasan tanpa rokok, penyakit menular dan tidak menular, promosi, pemberdayaan masyarakat dan jaminan kesehatan, dewan pertimbangan kesehatan daerah dan pembinaan dan pengawasan, perlu di jadikan rujukan dan diterjemahkan serta diserasikan secara operasional ke dalam kebijakan / program kegiatan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, maupun kelembagaan pembangunan daerah.

Dengan adanya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan tentang Penyelenggaraan Kesehatan di Kalimantan Selatan diharapkan dapat memberikan kerangka dan lanasan hukum bagi upaya penyelenggaraan kesehatan di Kalimantan Selatan di berbagai bidang pembangunan di daerah secara komprehensif dan berkesinambungan, Pemerintahan Daerah perlu merumuskan strategi penyelenggaraan kesehatan untuk dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah.

Melalui penyelenggaraan kesehatan di Kalimantan Selatan dilandasi sengan wawasan kesehatan tersebut, Pemerintahan Daerah berupaya meningkatkan daerah kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat mendukung suksesnya kebijaksanaan nasional bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa serta pembangunan nasional di bidang kesehatan.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
          Cukup Jelas
Pasal 2
          Cukup Jelas
Pasal 3
          Cukup Jelas
Pasal 4
          Cukup Jelas
Pasal 5
          Cukup Jelas
Pasal 6
          Cukup Jelas
Pasal 7
          Cukup Jelas
Pasal 7
          Cukup Jelas
Pasal 8
          Cukup Jelas
Pasal 9
          Cukup Jelas
Pasal 10
          Cukup Jelas
Pasal 11
          Cukup Jelas
Pasal 12
          Cukup Jelas
Pasal 13
          Cukup Jelas
Pasal 14
          Cukup Jelas